HIDUP HARMONIS: KAWASAN WISATA ALAM SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PENGALAMAN BUDAYA SUNDA
Abstract
Abstract: In their culture, Sundanese people recognize the concept of 3 certainty of life as a philosophy of life, which is known as "Tritangtu". The concept of life is interrelated and cannot be separated to achieve a harmonious life between humans and their natural surroundings. This study was conducted using a qualitative descriptive method with a literative study technique and a direct survey. The purpose of this study is to produce a design for a mountainous tourist area as a medium for teaching and developing the noble values of Sundanese culture. The phenomenon of the Indonesian nation today tends to lose its character and sociality, so that the development and teaching of cultural values is very much needed. Teaching with experiential learning methods in a tourist area as a medium, will facilitate understanding of these noble values. Just as the ancestors passed on Sundanese culture to their next generation through direct experience in the form of art, pupuh, pikukuh etc. Only by re-adhering to one's own culture, a harmonious life and character of a nation will be achieved.
Keywords: Tritangtu, Culture, Sundanese, Ecotourism
Abstrak: Dalam kebudayaannya, orang sunda mengenal konsep 3 kepastian hidup sebagai falsafah hidupnya, yang dikenal dengan nama “Tritangtu”. Konsep hidup yang saling berkaitan dan tak bisa dipisahkan untuk mencapai kehidupan yang harmonis antara manusia dan alam sekitarnya. Kajian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif dengan teknik kajiannya secara literatif dan survey langsung. Tujuan dari kajian ini adalah untuk menghasilkan suatu rancangan kawasan wisata pegunungan sebagai media pengajaran dan pengembangan nilai-nilai luhur budaya sunda. Fenomena bangsa Indonesia saat ini cenderung kehilangan karakter dan kesosialannya, sehingga pengembangan dan pengajaran nilai budaya sangat diperlukan. Pengajaran dengan metode pembelajaran pengalaman pada suatu kawasan wisata sebagai medianya, akan mempermudah pemahaman akan nilai luhur tersebut. Seperti halnya para leluhur mewariskan budaya sunda ke generasi penerusnya lewat pe-ngalaman langsung berupa kesenian, pupuh, pikukuh dsb. Hanya dengan kembali berpegang pada budaya sendiri, maka kehidupan harmonis dan berkarakter suatu bangsa akan tercapai.
Kata Kunci : Tritangtu, Budaya, Sunda, Ekowisata
Full Text:
PDFReferences
Asnawi, R. (2015). Climate change dan food sovereignty in Indonesia: Review product and poverty. Sosio Informa, 1(3), 293–309.
Danasasmita, S. (1987). Sewaka Darma (kropak 408) : Sanghyang siksakandang Karesian (kropak 630). Amanat Galunggung (kropak 632) : transkripsi dan terjemahan. Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi), Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Garna, Y. K. (1987). Orang Baduy. Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia.
Haryanti, A. (2018). Upacara Adat Ngaruwat Bumi sebagai Kajian Nilai Budaya Masyarakat Adat Banceuy dalam Melestarikan Lingkungan. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 5(2), 151. https://doi.org/10.32493/jpkn.v5i2.y2018.p151-166
Hermawan, I. (2015). Sengkedan : Bentuk Rekayasa Lingkungan Swales : for Settlement of Engineering Environment and. Patanjala, 7.
Heryana, A. (2010). Tritangtu Di Bumi Di Kampung Naga: Melacak Artefak Sistem Pemerintahan (Sunda)
Indarti Komala Dewi. (2012). Adaptasi Terhadap Bencana Pada Masyarakat. 277–284.
Jamaludin. (2011). Konsep estetika dalam budaya rupa sunda sebuah kajian awal. 9–10.
Kartika, R. Y. (2019). Pengembangan Potensi Budaya Lokal menjadi Atraksi Wisata. (Studi Kasus Ritual Saparan Kalibuko di Kulon Progo). Tesis: ISI Yogyakarta.
J. Kim, Y.Wang. (2018). Tourism Identity in Social Media: The Case of Suzhou, a Chinese Historic City. Transactions of the Association of European Schools of Planning
Low, S. M., & Altman, I. (1992). Place attachment - Human Behavior and Environment Advances in Theory and Research. In Place attachment (pp. 253–256).
Marjanto, D. K. (2019). Pewarisan Nilai Budaya Melalui Pranata Pendidikan Adat Dalam Rangka Mendukung Program Penguatan Pendidikan Karakter (Ppk). Patanjala : Jurnal Penelitian Sejarah Dan Budaya, 11(2), 249. https://doi.org/10.30959/patanjala.v11i2.506
Mitrache, G. (2012). Architecture, Art, Public Space. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 51, 562–566. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.08.206
Muttaqien, A. (2013). Spiritualis Agama Lokal. Al-Adyan, 8(1), 89–102.
Sanjaya. (2015). Metode Kuantitatif. Jakarta: Prenada Media Grup.
Saringendyanti, E., Herlina, N., & Zakaria, M. M. (2018). Tri Tangtu on Sunda Wiwitan Doctrine in the XIV-XVII Century. Tawarikh, 10(1), 1–14.
Sumardjo, J. (2015). Makna Amanah Buyut Menurut Prof Jakob Sumardjo. 2015.
Vaske & Kobrin. (2001). Place Attachment and Environmentally Responsible Behavior. The Journal of Environmental Education
Wandari. (1983). Aktulialisasi Nilai-Nilai Tradisi Budaya Daerah Sebagai Kearifan Lokal Untuk Memantapkan Jatidiri Bangsa.
Wijaya, I. K. M. (2019). Konsepsi Natah Dan Lebuh Sebagai “Ruang Keseimbangan” Dalam Arsitektur Tradisional Bali. Jurnal Arsitektur ZONASI, 2(2), 98-108.
Wijaya, K., Permana, A. Y., Sugandi, D., & Nurrohman, F. (2020). Settlement Pattern of The Village of Dayeuh Luhur, Sumedang. Journal of Architectural Researh and Education, 2(1), 55–62. https://doi.org/10.17509/jare.v2i1.24292
Yesiltepe, D., Conroy Dalton, R., & Ozbil Torun, A. (2021). Landmarks in wayfinding: a review of the existing literature. In Cognitive Processing (Vol. 22, Issue 3, pp. 369–410). Springer Science and Business Media Deutschland GmbH. https://doi.org/10.1007/s10339-021-01012-x
DOI: https://doi.org/10.17509/jaz.v5i3.47965
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2022 wandi krisdian
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.