Kajian Simbolis terhadap Tradisi Nelesan di Desa Nagarapageuh, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis
Abstract
Tradisi nelesan masih dilaksanakan di Desa Nagarapageuh, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis. Walaupun demikian, tradisi ini kurang dipahami oleh sebagian masyarakat, oleh sebab itu perlu diperkenalkan kembali kepada masyarakat secara luas. Itulah sebabnya penelitian ini dilakukan dengan menitikberatkan pada kajian simbolik yang ada dalam tradisi tersebut. Metode yang digunakan dalam kajian ini yaitu deskriptif analitis, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan dilakukan secara triangulasi, yaitu melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini adalah para sesepuh atau juru kunci Nagarapageuh, kuwu Nagarapageuh, masyarakat sekitar, dan para ahli budaya yang mengetahui tradisi nelesan. Berdasarkan hasil analisis ditemukan tiga dimensi simbolik yang sesuai dengan teori Turner, yaitu: (1) etnografi; (2) eksegesis; dan (3) eksplanasi. Dari ketiga dimensi simbolik tersebut, terdapat dimensi dominan dalam tradisi nelesan yaitu diménsi eksplanasi yang berjumlah empat puluh. Simbol-simbol tersebut di antaranya situs karomah Pasaréan Pangeran Undakan Kalangan Sari, tradisi nelesan, kemenyan, sesaji, pusaka yang dibasuh, kupat salam, dan kupat tangtang angin.
The nelesan tradition is still practiced in the village of Nagarapageuh, Panawangan District, Ciamis Regency. However, this tradition is not well understood by some members of the community, which is why it is important to reintroduce it to a wider audience. This research was conducted with a focus on the symbolic study within the tradition. The method used in this study is descriptive-analytical, employing a qualitative approach. Data collection was carried out through triangulation techniques, namely observation, interviews, and documentation. The sources of data in this research include the elders or custodians of Nagarapageuh, the village head of Nagarapageuh, local residents, and cultural experts familiar with the nelesan tradition. Based on the analysis, three symbolic dimensions were identified in accordance with Turner's theory: (1) ethnography; (2) exegesis; and (3) explanation. Among these three symbolic dimensions, the dominant dimension in the nelesan tradition is the explanation dimension, which consists of forty symbols. These symbols include the sacred site of Pasaréan Pangeran Undakan Kalangan Sari, the nelesan tradition itself, incense, offerings, washed heirlooms, kupat salam, and kupat tangtang angin.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Afandi, A. T. (2018). Makna filosofis tradisi sandur manduro menyambut panen raya dalam perspektif Charles Sanders Pierce. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.
Darajat, D., Awaliah, Y. R., & Solehudin, O. (2020, December). The character education in ngabungbang tradition in Kasepuhan Ciptagelar indigenous community. In 4th International Conference on Language, Literature, Culture, and Education (ICOLLITE 2020) (pp. 137-142). Atlantis Press.
Gunawan, A., & Noorsyamsiah, R. (2014). Eksistensi makam Eyang Dalem Bratadikusumah di Dusun Pasir Amis, Desa Sukanagara, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis. Artefak, 2(1), 139-150.
Ilafi, A. (2020). The tradition of the heirloom jamasan and the golden chariot in the Pemalang Regency. Jurnal Pangadereng, 6(1), 73-86.
Kariadi, D., & Suprapto, W. (2018). Tradisi memaos sebagai media edukatif untuk membangun jiwa religius generasi muda. Edudeena: Journal of Islamic Religious Education, 2(1), 97-111.
Misnawati, D. (2019). Kajian simbolisme kuliner mpek mpek dalam interaksi sosial masyarakat Palembang. Jurnal Vokasi Indonesia, 7(1), 72-77.
Nurti, Y. (2017). Kajian makanan dalam perspektif antropologi. Jurnal Antropologi: Isu-isu Sosial Budaya, 19(1), 1-10.
Panjaitan, L. M., & Sundawa, D. (2016). Pelestarian nilai-nilai civic culture dalam memperkuat identitas budaya masyarakat: makna simbolis ulos dalam pelaksanaan perkawinan masyarakat Batak Toba di Sitorang. Journal of Urban Society's Arts, 3(2), 64-72.
Priambadi, K., & Nurcahyo, A. (2018). Tradisi jamasan pusaka di Desa Baosan Kidul Kabupaten Ponorogo (kajian nilai budaya dan sumber pembelajaran sejarah). Agastya: Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya, 8(2), 211.
Sari, P., Selian, R. S., & Hartati, T. (2017). Makna simbolis pada perlengkapan manoe pucok di Desa Palak Hulu Kecamatan Susoh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Seni, Drama, Tari & Musik, 2(1), 69-78.
Sztompka, P. (2017). Sosiologi perubahan sosial. Kencana.
Sutisna, A. (2015). Aspek tatakrama masyarakat Sunda dalam babasan dan paribasa. Lokabasa, 6(1), 1-10.
Turner, V. W. (1967). The forest of symbols: aspects of ndembu ritual. Cornell University Press.
Wardani, T. S. (2017). Upacara adat mantu kucing di Desa Purworejo Kabupaten Pacitan (makna simbolis dan potensinya sebagai sumber pembelajaran sejarah). Agastya: Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya, 7(1), 66-81.
Weismann, I. T. J. (2005). Simbolisme menurut Mircea Eliade. Jurnal Jaffray, 2(1), 54-60.
DOI: https://doi.org/10.17509/jlb.v15i2.80304
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2024 Lokabasa

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
This work is licensed under Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.